Tugas Tersenyum

Kawan2 NI SEBUAH CERITA FROM ANK MALANG RAYA,

” PENERIMAAN TANPA SYARAT ”

Saya adalah ibu dari tiga orang anak dan baru saja menyelesaikan
kuliah saya.
Kelas terakhir yang harus saya ambil adalah Sosiologi. Sang Dosen
sangat inspiratif, dengan kualitas yang saya harapkan setiap orang
memilikinya. … Tugas terakhir yang diberikan ke para siswanya diberi
nama “Smiling”.
Seluruh siswa diminta untuk pergi ke luar dan memberikan senyumnya
kepada tiga orang asing yang ditemuinya dan mendokumentasikan reaksi
mereka. Setelah itu setiap siswa diminta untuk mempresentasikan di
depan kelas.
Saya adalah seorang yang periang, mudah bersahabat dan selalu
tersenyum pada setiap orang. Jadi, saya pikir, tugas ini sangatlah
mudah.
Setelah menerima tugas tsb, saya bergegas menemui suami saya dan anak
bungsu saya yang menunggu di taman di halaman kampus, untuk pergi ke
restoran McDonald’s yang berada di sekitar kampus.
Pagi itu udaranya sangat dingin dan kering. Sewaktu suami saya akan
masuk ke dalam antrian, saya menyela dan meminta agar dia saja yang
menemani si Bungsu sambil mencari tempat duduk yang masih kosong.
Ketika saya sedang dalam antrian, menunggu untuk dilayani, mendadak
setiap orang di sekitar kami bergerak menyingkir dan, bahkan, orang
yang semula antri di belakang saya ikut menyingkir keluar dari
antrian.
Suatu perasaan panik menguasai diri saya ketika berbalik dan melihat
mengapa mereka semua pada menyingkir.
Saat berbalik itulah saya membaui “bau badan kotor” yang cukup
menyengat dan…tepat di belakang saya berdiri dua orang lelaki
tunawisma yang sangat dekil…! Saya bingung dan tidak mampu
bergerak sama sekali…..
Ketika saya menunduk, tanpa sengaja mata saya menatap laki-laki yang
lebih pendek, yang berdiri lebih dekat dengan saya dan ia
sedang “tersenyum” ke arah saya….
Lelaki ini bermata biru, sorot matanya tajam…tapi juga memancarkan
kasih sayang….
Ia menatap kearah saya seolah ia meminta agar saya dapat
menerima ‘kehadirannya’ di tempat itu…. Ia menyapa “Good day”
sambil tetap tersenyum dan sembari menghitung beberapa koin yang
disiapkan untuk membayar makanan yang akan dipesan. Secara spontan
saya membalas senyumnya dan seketika teringat oleh saya ‘tugas’ yang
diberikan oleh dosen saya.
Lelaki kedua sedang memainkan tangannya dengan gerakan aneh, berdiri
di belakang temannya. Saya segera menyadari bahwa lelaki kedua itu
menderita defisiensi mental dan lelaki dengan mata biru itu
adalah “penolong”nya. Saya merasa sangat prihatin setelah mengetahui
bahwa ternyata dalam antrian itu kini hanya tinggal saya bersama
mereka…dan kami bertiga tiba-tiba saja sudah sampai di depan
counter.
Ketika wanita muda di counter menanyakan kepada saya apa yang ingin
saya pesan, saya persilahkan kedua lelaki ini untuk memesan duluan.
Lelaki bermata biru segera memesan, “Kopi saja, satu cangkir…,
Nona!”
Ternyata dari koin yang terkumpul hanya itulah yang mampu dibeli oleh
mereka (Sudah menjadi aturan di restoran disini, jika ingin duduk di
dalam restoran dan menghangatkan tubuh, maka orang harus membeli
sesuatu.). Dan tampaknya kedua orang ini hanya ingin menghangatkan
badan.
Tiba-tiba saja saya diserang oleh rasa iba…, membuat saya sempat
terpaku beberapa saat, sambil mata saya mengikuti langkah mereka
mencari tempat duduk yang jauh terpisah dari tamu-2 lainnya, yang
hampir semuanya…sedang mengamati mereka. Pada saat yang bersamaan
saya baru menyadari bahwa saat itu semua mata di restoran itu juga
sedang tertuju ke diri saya…dan pasti juga melihat semua ‘tindakan’
saya….
Saya baru tersadar setelah petugas di counter itu menyapa saya untuk
ketiga kalinya menanyakan apa yang ingin saya pesan. Saya
tersenyum… dan minta diberikan dua paket makan pagi (diluar pesanan
saya) dalam nampan terpisah.
Setelah membayar semua pesanan, saya minta bantuan petugas lain yang
ada di counter itu untuk mengantarkan nampan pesanan saya ke tempat
duduk suami dan anak saya. Sementara saya membawa nampan lainnya
berjalan melingkari sudut ke arah meja yang telah dipilih kedua
lelaki itu untuk beristirahat. Saya letakkan nampan berisi makanan
itu di atas mejanya dan meletakkan tangan saya di atas punggung
telapak tangan dingin lelaki bemata biru itu sambil saya
berucap, “Makanan ini telah saya pesan untuk kalian berdua….”
Kembali mata biru itu menatap dalam ke arah saya, kini mata itu mulai
basah berkaca-kaca. ..dan dia hanya mampu berkata, “Terima kasih
banyak, Nyonya….”
Saya mencoba tetap menguasai diri saya, sambil menepuk bahunya saya
berkata, “Sesungguhnya bukan saya yang melakukan ini untuk kalian,
Tuhan juga berada di sekitar sini dan telah membisikkan sesuatu ke
telinga saya untuk menyampaikan makanan ini kepada kalian….”
Mendengar ucapan saya, Si Mata Biru tidak kuasa menahan haru dan
memeluk lelaki kedua sambil terisak-isak. Saat itu ingin sekali saya
merengkuh kedua lelaki itu….
Saya sudah tidak dapat menahan tangis ketika saya berjalan
meninggalkan mereka…dan bergabung dengan suami dan anak saya, yang
tidak jauh dari tempat duduk mereka. Ketika saya duduk suami saya
mencoba meredakan tangis saya sambil tersenyum dan berkata, “Sekarang
saya tahu kenapa Tuhan mengirimkan dirimu menjadi istriku…, yang
pasti, untuk memberikan ‘keteduhan’ bagi diriku dan anak-anakku. ..!”.
Kami saling berpegangan tangan beberapa saat…dan saat itu kami
benar-benar bersyukur dan menyadari bahwa hanya
karena ‘bisikanNYA’ lah kami telah mampu memanfaatkan ‘kesempatan’ ..
untuk dapat berbuat sesuatu bagi orang lain yang sedang sangat
membutuhkan.
Ketika kami sedang menyantap makanan, dimulai dari tamu yang akan
meninggalkan restoran dan disusul oleh beberapa tamu lainnya…,
mereka satu persatu menghampiri meja kami, untuk sekedar
ingin ‘berjabat tangan’ dengan kami. Salah satu di antaranya,
seorang bapak, memegangi tangan saya dan berucap, “Tanganmu ini telah
memberikan pelajaran yang mahal bagi kami semua yang berada
disini…., jika suatu saat saya diberi kesempatan olehNYA, saya akan
lakukan seperti yang telah kamu contohkan tadi kepada kami….” Saya
hanya bisa berucap, “Terimakasih” , sambil tersenyum
Sebelum beranjak meninggalkan restoran saya sempatkan untuk melihat
ke arah kedua lelaki itu dan, seolah ada ‘magnit’ yang menghubungkan
bathin kami, mereka langsung menoleh ke arah kami sambil tersenyum
lalu melambai-lambaikan tangannya kearah kami…
Dalam perjalanan pulang saya merenungkan kembali apa yang telah saya
lakukan terhadap kedua orang tunawisma tadi, itu benar-
benar ‘tindakan’ yang tidak pernah terpikir oleh saya dan sekaligus
merupakan ‘petunjuk’ bagi saya maupun bagi orang-orang yang ada di
sekitar saya saat itu. Pengalaman hari itu menunjukkan kepada saya
betapa ‘kasih sayang Tuhan’ itu sangat HANGAT dan INDAH sekali…!
Saya kembali ke college pada hari terakhir kuliah dengan ‘cerita’ ini
di tangan saya. Saya menyerahkan ‘paper’ saya kepada dosen saya.
Keesokan harinya, sebelum memulai kuliahnya, saya dipanggil dosen
saya ke depan kelas, ia melihat kepada saya dan berkata, “Bolehkah
saya membagikan ceritamu ini kepada yang lain?”, yang dengan senang
hati saya mengiyakannya.
Ketika akan memulai kuliahnya dia meminta perhatian dari kelas untuk
membacakan paper saya. Ia mulai membaca, para siswa pun mendengarkan
dengan seksama cerita sang dosen dan ruangan kuliah menjadi
sunyi…. Dengan cara dan gaya yang dimiliki sang dosen dalam
membawakan ceritanya membuat para siswa yang hadir di ruang kuliah
itu seolah ikut melihat bagaimana sesungguhnya kejadian itu
berlangsung, sehingga para siswi yang duduk di deretan belakang di
dekat saya di antaranya datang memeluk saya untuk mengungkapkan
perasaan harunya.
Di akhir pembacaan paper tersebut, sang dosen sengaja menutup
ceritanya dengan mengutip salah satu kalimat yang saya tulis diakhir
paper saya, “Tersenyumlah dengan ‘HATImu’ dan kau akan mengetahui
betapa ‘dahsyat’ dampak yang ditimbulkan oleh senyummu itu….”
Dengan caraNYA sendiri, Tuhan telah ‘menggunakan’ diri saya untuk
menyentuh orang-orang yang ada di McDonald’s, suamiku, anakku,guruku
dan setiap siswa yang menghadiri kuliah di malam terakhir saya sebagai
mahasiswi. Saya lulus dengan 1 pelajaran terbesar yang tidak pernah
saya dapatkan di bangku kuliah manapun, yaitu : “PENERIMAAN TANPA
SYARAT”.


Para orang bijak mengatakan :

– Banyak orang yang datang dan pergi dari kehidupanmu tetapi hanya
sahabat yang bijak yang akan meninggalkan JEJAK di dalam hatimu.

– Untuk berinteraksi dengan dirimu, gunakan nalarmu…. Namun untuk
berinteraksi dengan orang lain, gunakan HATImu!

– Orang yang kehilangan uang, akan kehilangan banyak; Orang yang
kehilangan teman, akan kehilangan lebih banyak. Tapi orang yang
kehilangan keyakinan, akan kehilangan semuanya!